Senin, 30 Maret 2009

Murtad

Murtad adalah pemutusan seorang mukallaf (muslim) dari agama Islam dengan pilihannya sendiri (dengan senang hati dan tidak di paksa) dengan berniat, berbuat, atau berucap yang menyebabkan kekafiran. Baik dia melakukan semua itu dengan cara meremehkan, I’tiqad (penuh keyakinan) maupun sengaja menentang (agama Islam).

Pandangan para ulama dengan menyikapi orang yang murtad adalah sebagai berikut, “Sesungguhnya orang yang murtad (keluar dari agama Islam) itu berhak dibunuh (di negara yang memberlakukan hukum Islam secara menyeluruh), istrinya tertalak bain (talak tiga) darinya, tidak berhak menerima warisan dari kerabatnya yang mukmin. Tidak boleh di tolong sekalipun meminta pertolongan, tidak boleh disanjung ataupun di puji sekalipun melakukan kebajikan atau kebaikan, hartanya menjadi harta faik (dimasukana ke baitul mall) untuk kemaslahatan kaum muslimin. Semua ini adalah hukuman untuknya di dunia. (Sebagai hukuman akhirat) dia tidak berhak atas pahala amal ibadahnya yang dia kerjakan selama dia masih beriman bahkan pahalanya dicabut dan tidak memiliki apa pun dari pahala itu.”

Munafik

Pengertian Munafik

Munafik adalah Sifat dimana seseorang berpura-pura mengikuti ajaran agama namun sebenarnya mereka tidak mengakuinya dalam hati. Dengan kata lain, munafik itu adalah orang yang perkataannya tidak sama dengan hatinya.

Sebab-sebab timbulnya sifat munafik :
a. Sifat DengkiSifat ini adalah sifat dimana seseorang tidak menyukai kelebihan atau nikmat yang ada pada orang lain, sehingga mereka berusaha untuk mendapatkan kelebihan atau nikmat orang itu sehingga nikmat itu berpindah kepadanya. Karena hal tersebut, mereka menaruh sifat iri hati dan dengki terhadap mereka yang lebih beruntung dari mereka.
b. Sifat KhianatSifat ini disebabkan oleh seorang individu yang lalai dalam menjaga amanah orang lain. Kita sering mendengar istilah musuh dalam selimut dimana itu ditujukan kepada orang yang melakukan pengkhianatan secara tersembunyi atau rahasia. Yang pasti, orang yang memiliki sifat khianat ini adalah orang yang merugi.
c. Sifat Riya’Sifat ini adalah sifat dimana seseorang membuat ibadah atau apa sahaja amalan bukan untuk mengharapkan keridhoan dari Allah swt, bahkan karena mengharapkan pujian dan penilaian dari manusia.
d. Sifat TakaburSifat takabur sering juga disebut sebagai sifat sombong. Sifat ini adalah sifat dimana seseorang merasa bahwa dirinya terlalu tinggi atau lebih hebat apabila dibandingjkan dengan orang lain.

Sifat-sifat tercela yang dimiliki oleh orang yang munafik :

a. Tidak Jujur :Berkata tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya [fakta yang diamanahkan ].

b. Bermuka Dua :Memilik dua hati, maksudnya : Menusuk seseorang dari belakang, artinya seseorang dapat berkata lembut dan halus didepan seseorang, namun sebenarnya orang itu ingin melakukan sebuah perbuatan keji atau jahat. Sifat ini muncul karena sifat iri hati atau dengki [sebuah penyakit hati yang berbahaya].

c. Berlidah Dua :Sifat suka memfitnah orang lain [sifat dimana seseorang suka mengadu domba orang lain, berkata pada satu orang dan orang lain dengan perkataan yang berbeda]. Contoh : Virnie berkata kepada Bunga, ”Bung, ternyata selama ini sahabat kamu si Vindy membongkar rahasia kamu ke semua orang!”, padahal perkataan itu tidak benar. Lalu si Virnie pun berkata pada Vindy, ”Vin, ternayta si Bunga sahabat yang kamu percayai menjelek-jelekanmu didepan teman-temannya”, padahal perkataan itu juga tidak benar.

d. Berdusta akan perkataannya :Seseorang mengatakan banyak kebaikan agar orang lain jauh dari kejahatan, tetapi seseorang itulah yang melakukan kejahatan [menyimpang dari perkataannya]. Ingatlah pepata , ”Membagikan kebenaran dengan [melakukan] perbuatan lebih baik daripada menasihati”.

e. Bersumpah PalsuSeseorang yang mengucapkan sumpah, tetapi sumpah tersebut dilalaikan begitu saja, maksudnya sumpah tersebut tidak dilaksanakan.

Fasik

Pengertian Fasik
Orang fasik adalah orang mukmin atau orang muslim yang secara sedar melanggar ajaran Allah (Islam) atau dengan kata lain org tersebut percaya akan adanya Allah, percaya akan kebenaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW tetapi dalam tindak perbuatannya mereka mengingkari terhadap Allah dan hukumNya, selalu berbuat kerosakan dan kemaksiatan.

Firman Allah:
“Orang Fasik adalah orang yang melanggar perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerosakan dimuka bumi. Mereka itulah orang yang rugi” [QS Al Baqarah:27]

“Allah telah berjanji kepada orang yang beriman diantara kamu serta mengerjakan amal soleh, bahawa ia (Allah) akan menjadikan mereka khalifah dimuka bumi, sebagaimana ia telah menjadikan orang yang sebelum mereka menjadi khalifah. Dan Ia menggantikan (keadaan ) mereka sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa (selama) mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang yang fasik”
[Qs An Nur:55]

“Dan jika Aku (Allah) hendak membinasakan suatu negeri, maka Aku perintahkan kepada orang yang hidup mewah dinegeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kederhakaan (fasik) dalam negeri itu, maka sepantasnya berlaku terhadap mereka (Ketentuan-Ku) kemudian Aku hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”
[Qs Al Isra:16]

Balasan orang Fasik
Orang Islam yang berbuat fasik, berbuat kerosakan, kejahatan dan maksiat dimuka bumi ini, maka Allah menyediakan seksa neraka yang pedih.

Kafir

kafir bermakna orang yang ingkar,yang tidak beriman (tidak percaya) atau tidak beragama Islam. Dengan kata lain orang kafir adalah orang yang tidak mahu memperhatikan serta menolak terhadap segala hukum Allah atau hukum Islam disampaikan melalui para Rasul (Muhammad SAW) atau para penyampai dakwah/risalah. Perbuatan yang semacam ini disebut dengan kufur.

Kufur pula bermaksud menutupi dan menyamarkan sesuatu perkara. Sedangkan menurut istilah ialah menolak terhadap sesuatu perkara yang telah diperjelaskan adanya perkara yang tersebut dalam Al Quran. Penolakan tersebut baik langsung terhadap kitabnya ataupun menolak terhadap rasul sebagai pembawanya.

‘Sesungguhnya orang kafir kepada Allah dan RasulNya, dan bermaksud memperbezakan antara Allah dan RasulNya seraya (sambil) mengatakan:’Kami beriman kepada yang sebahagian (dari Rasul itu / ayat Al Quran) dan kami kafir (ingkar) terhadap sebahagian yang lain. Serta bermaksud (dengan perkataanya itu) mengambil jalan lain diantara yang demikian itu (iman dan kafir). Merekalah orang kafir yang sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk mereka itu seksaan yang menghinakan” [Qs An Nisa, 150-151]

Pembahagian Kafir.
1. Kafir yang sama sekali tidak percaya akan adanya Allah, baik dari segi zahir dan
batin seperti Raja Namrud dan Firaun.
2. Kafir jumud (ertinya membantah). Orang kafir jumud ini pada hatinya
(pemikirannya) mengakui akan adanya Allah TAPI tidak mengakui dengan lisannya,
seperti Iblis dan sebagainya.
3. Kafir ‘Inad .Orang kafir ‘Inad ini, adalah mereka pada hati (pemikiran) dan
lisannya (sebutannya) mengakui terhadap kebenaran Allah, TAPI tidak mahu
mengamalkannya , mengikuti atau mengerjakannya seperti Abu Talib.
4. Kafir Nifaq iaitu orang yang munafik. Yang mengakui diluarnya,pada lisannya saja
terhadap adanya Allah dan Hukum Allah, bahkan suka mengerjakannya Perintah Allah,
TAPI hatinya (pemikirannya) atau batinnya TIDAK mempercayainya.

Tanda Orang Kafir.
a.Suka pecah belahkan antara perintah dan larangan Allah dengan RasulNya.
b.Kafir (ingkar) perintah dan larangan Allah dan RasulNya.
c.Iman kepada sebahagian perintah dan larangan Allah (dari Ayat Al Quran),tapi
Mmenolak sebahagian daripadanya.
d.Suka berperang dijalan Syaitan (Thoghut).
e.Mengatakan Nabi Isa AL Masihi adalah anak Tuhan.
f.Agama menjadi bahan senda gurau atau permainan .
g.Lebih suka kehidupan duniawi sehingga aktiviti yang dikerjakan hanya mengikut hawa nafsu mereka, tanpa menghiraukan hukum Allah yang telah diturunkan.
h.Mengingkari adanya hari Akhirat, hari pembalasan dan syurga dan neraka.
i.Menghalangi manusia ke jalan Allah.

Hubungan Orang Kafir.
Berhubungan Muslim dengan Orang kafir adalah tidak dilarang, dicegah bahkan dibolehkan oleh Islam, KECUALI adanya perhubungan (bertujuan) yang memusuhi Allah dan RasulNya (Hukum Allah), termasuk merosakkan aqidah Islam.

Musyrik

Musyrik adalah orang yang melakukan dosa syirik (berasal dari kata syarikah : persekutuan) yaitu mempersekutukan atau membuat tandingan hukum atau ajaran lain selain dari ajaran/hukum Allah. Syirik adalah akhlak yang melampaui batas aturan dan bertentangan dengan prinsip tauhid yaitu dengan mengabdi , tunduk , taat secara sadar dan sukarela pada sesuatu ajaran / perintah selain dari ajaran Allah.

Dalam Islam, syirik adalah dosa yang tak bisa diampuni kecuali dengan pertobatan dan meninggalkan kemusyrikan sejauh-jauhnya.

Kemusyrikan secara personal dilaksanakan dengan mengikuti ajaran2 selain ajaran Allah secara sadar dan sukarela (membenarkan ajaran syirik dalam qalbu, menjalankannya dalam tindakan dan berusaha menegakkan atau menjaga ajaran syirik tersebut).

Kemusyrikan secara sosial/komunal (jama'ah atau bangsa) dijelaskan pada surat Ar-Rum/Roma 31-32:

Jadi fanatisme golongan/sektarian dengan berpecah belah dari ajaran Allah merupakan kemusyrikan yang besar karena melibatkan manusia secara sosial, antara lain dengan bermazhab-mazhab, berpartai-partai dengan tujuan kepentingan kelompok mereka sendiri dan menciptakan aturan-aturan sendiri(yang berlandaskan kepentingan kelompok tersebut). Keadaan ini menyebabkan disintegrasi antar manusia, kalaupun terjadi perdamaian yang ada adalah perdamaian semu, sehingga kehendak Allah pada manusia tidak bisa terlaksana karena kekacauan.

Tujuan diutusnya para Rasul adalah untuk mengintegrasikan kembali manusia dari kondisi berpecah belah, kembali menjadi Ummat yang Tauhid (satu) yaitu satu Azas/Prinsip (Rubbubiyah) , satu kekuasaan (Mulkiyah) dan satu ketaatan (Uluhiyah). Adapun Azas2 atau prinsip-prinsip tersebut telah ada pada alam semesta dan Kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Sabtu, 14 Februari 2009

pengertian riddah

Pengertian Riddah

Kemurtadan dan Beberapa Permasalahannya

Adalah hal yang esensial diketahui oleh setiap Muslim bahwa Allah subhanahu wata'aala telah menyempurnakan agama ini dan menjadikan syariat Islam sebagai syariat yang paling lengkap dan paling bagus.

Agama ini telah mencakup semua lini kehidupan manusia. Oleh karena itu, Allah subhanahu wata'aala mewajibkan kepada para hambaNya agar menerima semua hukum-hukum Islam sebagaimana firman-Nya, artinya, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya.” (QS.al-Baqarah: 208). Agama ini juga selaras dengan fitrah yang lurus lagi suci. Allah subhanahu wata'aala berfirman, "(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu." (QS.ar-Rum:30)

Bilamana seseorang telah berserah diri kepada Allah subhanahu wata'aala dan istiqamah atas agama Allah subhanahu wata'aala, lalu berbalik membangkang dan melenceng dari petunjuk, berbaju kesesatan, keluar dari kebenaran dan cahaya menuju kebatilan dan kegelapan, maka ini adalah orang yang keluar dari agama Islam (Murtad) dan berbenturan dengan sikap alam nan luas ini yang berisikan langit, bumi, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sebab semuanya telah berserah diri dan tunduk kepada Allah subhanahu wata'aala. Allah subhanahu wata'aala berfirman, artinya, "Padahal kepadaNya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan."(QS.Ali 'Imran:83)

Logikanya, manakala undang-undang buatan manusia saja, yang di dalamnya terdapat keterbatasan, kontradiksi dan kekacauan menerapkan balasan dan sanksi terhadap pelanggarannya, maka apatah lagi menentang syariat Allah subhanahu wata'aala dan melenceng dari hukum-Nya, sebab ia adalah hukum yang paling baik secara absolut.

Allah subhanahu wata'aala telah mensyariatkan penegakan hukum Hudud, di antaranya adalah Had ar-Riddah. (Sanksi hukum bagi yang murtad).Hal ini untuk merealisasikan salah satu tujuan penting syariat, yaitu menjaga agama ini.

Allah subhanahu wata'aala Maha Bijaksana dalam syariat-Nya, Maha Pengasih terhadap para hamba-Nya dan Maha Mengetahui tentang apa yang dapat memperbaiki kondisi makhluk-Nya, semasa hidup dan kelak bila telah kembali kepada-Nya.

Belakangan ini banyak orang sudah lancang terhadap syariat Allah subhanahu wata'aala. Mereka menyebut hukum-hukum syariat yang memberikan sanksi bagi Murtad sebagai hukum yang zalim, keras dan bertentangan dengan kebebasan berpikir. Untuk itulah, sekelumit tentang permasalahan ini perlu dibahas di sini.

Definisi Riddah (Kemurtadan)

Bila merujuk kitab-kitab fiqih, maka kita menemukan masing-masing dari keempat mazhab fiqih memuat suatu bab tersendiri mengenai hukum terhadap Murtad. Dari sini, ada beberapa definisi yang mereka sebutkan, al-Kasani dari mazhab Hanafi berkata, "Adapun rukun Riddah adalah keluarnya perkataan 'kafir' dari lisan, yang sebelumnya beriman, sebab Riddah adalah rujuk (berpaling) dari keimanan." Ash-Shawi dari mazhab Maliki berkata, "Riddah adalah kafirnya seorang Muslim dengan perkataan yang terang-terangan, atau perkataan yang menuntut kekafirannya, atau perbuatan yang mengandung kekafiran." As-Syarbini dari mazhab Syafi'i berkata, "Riddah adalah putus dari Islam dengan niat atau perbuatan, baik mengatakan tentangnya dalam rangka menghina, membangkang ataupun meyakini." Dan al-Bahuti dari mazhab Hanbali berkata, "Murtad secara syariat adalah orang yang kafir setelah keislamannya, baik melalui perkataan, keyakinan, keraguan atau pun perbuatan." Definisi-definisi tersebut bertemu dalam makna "Rujuk (berpaling) dari keimanan." Yaitu rujuk menurut standar makna secara bahasa dan juga syariat. Allah subhanahu wata'aala berfirman, artinya, "Padahal kepadaNya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan."(QS.al-Ma-`idah:21).

Ringkasnya, Riddah adalah berpaling dari Islam, baik dengan keyakinan, perkataan ataupun perbuatan. Artinya, definisi ini sesuai dengan definisi iman, yaitu keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota badan.

Bagaimana Riddah Terjadi?

Manakala definisi iman sebagaimana yang definisikan para ulama Salaf adalah perkataan dan perbuatan, alias perkataan hati dan amalannya, perkataan lisan dan amalan anggota badan; maka definisi Riddah juga demikian, yaitu berupa perkataan dan perbuatan. Riddah terkadang berupa perkataan hati, seperti mendustakan berita yang disampaikan oleh Allah subhanahu wata'aala atau keyakinan bahwa ada Khaliq (Pencipta) yang lain di samping Allah subhanahu wata'aala. Terkadang berupa amalan hati, seperti membenci Allah subhanahu wata'aala atau Rasul-Nya, membangkang dan sombong dengan tidak mengikuti Rasul-Nya. Terkadang berupa perkataan dengan lisan, seperti mencela Allah subhanahu wata'aala atau Rasul-Nya, atau mengejek Dinullah. Dan terkadang juga terjadi melalui amalan zhahir (yang kentara) berupa amalan-amalan anggota badan, seperti sujud kepada patung (berhala) atau melecehkan Mushaf.

Jika demikian pengertian Riddah tersebut, maka siapa saja yang pada dirinya terdapat sesuatu dari 'pembatal-pembatal' keislaman, maka ia adalah seorang yang keluar dari Islam (Murtad).

Hukuman Bagi Orang yang Murtad

Seorang yang murtad menurut syariat Islam harus dibunuh dengan memenggal batang lehernya. Yang menghalalkan darahnya adalah kekafirannya, yang sebelumnya beriman. Mengapa hukuman seperti itu yang dijatuhkan atasnya? Syaikhul Islam Ibn Taimiyah memberikan jawaban, "Sebab bila si Murtad itu tidak dibunuh, maka orang yang masuk ke dalam agama ini akan keluar lagi darinya. Artinya, membunuhnya merupakan upaya menjaga pemeluk agama dan menjaga agama itu sendiri. Hal itu dapat mencegahnya dari pembatalan (keimanannya) dan keluar darinya." Sebagai konsekuensi dari hukuman tersebut, maka ia pun tidak dimandikan, tidak dishalatkan, tidak dikuburkan di pekuburan kaum Muslimin, tidak mewariskan ataupun mewarisi, bahkan hartanya menjadi harta Fai` yang diserahkan ke Baitul Mal kaum Muslimin.

Di antara sekian banyak dalil atas hukuman ini, adalah hadits, "Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia." (HR.al-Bukhari)

Sikap Para Shahabat Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam dan Salaf

Para shahabat, demikian juga Tabi'in dan para ulama as-Salaf ash-Shalih, terutama para khalifah dan pemimpin Islam dari masa ke masa tetap konsisten dengan hukuman tersebut. Di antara bukti nyatanya adalah sikap Abu Bakar yang memerangi kaum Murtaddin (orang-orang yang murtad) di zamannya.

Riddah Di Zaman Ini

Sesungguhnya Riddah yang secara lantang diteriakkan para Zindiq zaman ini, seperti Salman Rusydi, Nisrina (Murtaddah Bangladesh), Nashr Abu Zaid (Murtad Mesir) dan orang-orang semisal mereka, jauh lebih keji dari Riddah yang telah dilakukan para pendahulu mereka seperti al-Hallaj dan al-Haitsi, Wallahul Musta'an.! Riddah yang dilakukan para Zindiq, dulu dan sekarang, bukan hanya sekedar Riddah saja, tetapi juga telah menggabungkannya dengan sikap memerangi Allah subhanahu wata'aala dan Rasul-Nya, berlebihan dalam memusuhi dan mencela agama Allah subhanahu wata'aala.

Jenis-Jenis Riddah

Riddah ada dua jenis: Pertama, Riddah Mujarradah (Kemurtadan Murni). Kedua, Riddah Mughallazhah (Kemurtadan Berat), yang oleh syariat harus diganjar hukum bunuh. Berdasarkan dalil-dalil syariat, maka terhadap kedua jenis riddah itu wajib dijatuhi hukuman bunuh. Hanya saja, dalil-dalil yang menunjukkan gugurnya hukum bunuh karena bertaubat hanya terarah kepada jenis pertama, sedangkan terhadap jenis kedua, maka dalil-dalil menunjukkan wajibnya membunuh pelakunya, di mana tidak terdapat nash maupun Ijma' yang menggugurkan hukum bunuh tersebut.

Sebab-sebab Terjadinya Riddah

· Jahil terhadap ajaran agama Allah subhanahu wata'aala dan lemahnya keyakinan di kalangan kebanyakan umat Islam.

· Munculnya paham Irja` (paham yang dianut kaum Murji`ah) di zaman ini. Paham Irja` menyatakan iman hanya dengan pembenaran saja (tanpa amal). Imbasnya, menurut mereka, kekafiran alias Riddah juga hanya merupakan pendustaan saja, sehingga seseorang tidak pernah dikatakan Murtad, kecuali bila ia mendustakan lagi mengingkari. Jadi, menghina Allah subhanahu wata'aala, Rasul-Nya atau dien-Nya bukanlah Riddah menurut mereka.

· Disingkirkannya syariat Allah subhanahu wata'aala di kebanyakan negara-negara Muslim.

· Kekacauan pemikiran yang kini menghinggapi dunia modern, keguncangan dalam konsep dan kontradiksi yang kentara dalam keyakinan dan prinsip. Wallahu A'lam!


(SUMBER: ”Maqalat Fi 'Aqidah Ahl as-Sunnah Wa al-Jama'ah”, Abdul Aziz bin Muhammad Al 'Abdul Lathif) Hafied M. Chofie.

Rabu, 19 November 2008

Pengertian dan Dalil Zina

Zina bisa dipilah menjadi dua macam pengertian, yaitu pengertian zina yang bersifat khusus dan yang dalam pengertian yang bersifat umum. Pengertian yang bersifat umum meliputi yang berkonsekuensi dihukum hudud dan yang tidak. Yaitu hubungan seksual antara laki-laki dan wanita yang bukan haknya pada kemaluannya. Dan dalam pengertian khusus adalah yang semata-mata mengandung konsekuensi hukum hudud.

1. Zina Dalam Pengertian Khusus


Sedangkan yang dalam pengertian khusus hanyalah yang berkonsekuensi pelaksanaan hukum hudud. Yaitu zina yang melahirkan konsekuensi hukum hudud, baik rajam atau cambuk. Bentuknya adalah hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang mukallaf yang dilakukan dengan keinginannya pada wanita yang bukan haknya di wilayah negeri berhukum Islam.

Untuk itu konsekuensi hukumya adalah cambuk 100 kali sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Quran Al-Kariem :

Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS. An-Nuur : 2)

Sedangkan Al-Malikiyah mendefinisikan bahwa zina itu adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang mukallaf muslim pada kemaluan wanita yang bukan haknya (bukan istri atau budak) tanpa syubhat atau disengaja.

Sedangkan As-syafi�iyyah mendefiniskan bahwa zina adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang syubhat.

Dan Al-Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan fahisyah (hubungan seksual di luar nikah) yang dilakukan pada kemaluan atau dubur.

Namun untuk menjalankan hukum zina seperti ini, maka ada beberapa syarat penting yang harus dipenuhi antara lain :

  1. Pelakunya adalah seorang mukallaf , yaitu aqil dan baligh. Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.
  2. Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.
  3. Dilakukan dengan manusia yang masih hidup. Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang telah mati, juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki konsekuensi hukum tersendiri.
  4. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan lak-laki ke dalam kemaluan wanita . Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan Imam Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud.
  5. Perbuatan itu dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita.
  6. Perbuatan itu dilakukan di negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal , yaitu di negeri yang �adil� atau �darul-Islam�. Sedangkan bila dilakukan di negeri yang tidak berlaku hukum Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan ayat hudud.


Zina Dalam Pengertian Umum

Zina tangan, mata, telinga dan hati merupakan pengertian zina yang bermakna luas. Tentu saja zina seperti ini tidak berkonsekuensi kepada hukum hudud baik rajam atau cambuk dan pengasingan setahun. Namun zina dalam pengertian ini juga melahirkan dosa dan ancaman siksa dari Allah SWT.

Dalil larangan zina secara umum adalah firman Allah SWT :

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa� : 32)

Dalil Naqli tentang zina dalam Alqur'an:

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.
[QS Al Isra' 17:32]

Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."
[QS Al A'raaf 7:33]

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)
[QS An Nuur 24:26]

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.
[QS Al Maaidah 5:5]

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
[QS An Nuur 24:2]

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min.
[QS An Nuur 24:3]

Dalil naqli tentang zinah dalam hadist shahih:

Apabila seorang hamba berzina keluarlah iman darinya. Lalu iman itu berada di atas kepalanya seperti naungan, maka apabila dia telah bertaubat, kembali lagi iman itu kepadanya
.
[Hadits shahih riwayat Abu Dawud no. 4690 dari jalan Abu Hurairah]

Berkata Ibnu Abbas: "Dicabut cahaya (nur) keimanan di dalam zina"

[Hadist Riwayat Bukhari di awal kitab Hudud, Fathul Bari 12:58-59]

Ada tiga golongan (manusia) yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka siksa yang sangat pedih, yaitu ; Orang tua yang berzina, raja yang pendusta (pembohong) dan orang miskin yang sombong
[Hadits shahih riwayat Muslim 1/72 dari jalan Abu Hurairah]